BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak autisme merupakan salah satu anak yang memerlukan penanganan khusus dan mengalami gannguguan perkembangan dalam perilaku, bahasa, serta interaksi sosial dan dapat dideteksi sebelum usia 3 tahun sehingga memerlukan layanan khusus. Ketika gejala itu muncul mengakibatkan anak tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, suka menyendiri, muncul perilaku agresif, menggerak-gerakkan tangan tanpa makna, berputar-putar, menggoyang-goyangkan badan, mengoceh tanpa arti bahkan keluar bahasa planet yang sulit dipahami. Salah satu kesulitan yang biasa dialami anak autis adalah kesulitan berkomunikasi. (Sukinah, 2011: 119)
Jadi, keinginan anak autis berkomunikasi dengan orang lain ketika anak autis tersebut ingin memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti, makan, minum, buang air kecil, buang air besar maupun tidur. Sementara jumlah anak yang mengalami gangguan perkembangan autism semakin hari semakin meningkat, oleh karena itu perlu dipikirkan teknologi dalam pembelajaran siswa autis untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi pada mereka.
Dalam upaya meningkatkan kualitas belajar dan kemampuan anak autis, harus diberikan berbagai jenis terapi dan menerapkan media pembelajaran. Dengan media pembelajaran ini diharapkan anak dapat belajar lebih efektif dan efisien. (Adam Feisten, 2010: 12). Untuk itu sebagai seorang pendidik mencoba memberikan teknologi pendidikan dalam pembelajaran bagi anak autis. Dalam pembelajaran anak autis di terapkan media visual.
Dengan media pembelajaran visual diharapkan proses belajar anak autis dapat berjalan dengan efisien, sebagaimana yang kita ketahui bahwa anak penyandang autis merupakan anak yang berkebutuhan khusus yakni kurang mampu memfokuskan perhatian belajarnya. Ketika diterapkannya metode ceramah, anak kurang terfokus dan anak mengabaikan perhatian. Maka dari itu anak autis diperkenalkan media visual dalam pembelajarannya. Selain itu visual juga menjadi jenis terapi bagi anak autis, biasanya dikenal dengan terapi okupasi. (Jessica Kingsley, 2005: 67).
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam makalah yang sederhana ini akan dijelaskan mengenai ”Penggunaan Teknologi dalam Pembelajaran Siswa Autis”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, yang menjadi rumusan masalah adalah:
1. Bagaimana konsep penggunaan teknologi dalam pembelajaran siswa autis?
2. Bagaimana implementasi teknologi dalam pembelajaran siswa autis?
3. Bagaimana efektivitas dan kontribusi teknologi terhadap pembelajaran siswa autis?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tulisan ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui konsep penggunaan teknologi dalam pembelajaran siswa autis
2. Untuk mengkaji bagaimana implementasi penggunaan teknologi dalam pembelajaran siswa autis.
3. Untuk menelusuri kelebihan dan kekurangan penggunaan teknologi dalam pembejaran siswa autis.
D. Definisi Operasional
1. Teknologi Pembelajaran
Teknologi Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan-pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar. (https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/20/teknologi-pembelajaran/diakses pada tanggal 13 Maret 2016).
Sedangkan teknologi pembelajaran yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah untuk membantu siswa dan sebagai alat motivasi bagi siswa yang mengalami cacat fisik, ketidak mampuan berbicara, seperti anak autis.
2. Siswa Autis
Autis adalah salah satu yang paling kompleks dari semua gangguan psikologis. (Adam Feisten, 2010: 12). Kemudian pengertian lain autis adalah suatu distorsi pengembangan psikologik maupun neorologik pada anak yang terjadi pada awal kehidupan dan biasanya mulai timbul pada usia sebelum tiga tahun. Gangguan ini merusak beberapa kemampuan terpenting dalam kehidupan manusia, sehingga berpotensi menimbulkan kendala dan memerlukan perawatan untuk jangka waktu lama. (Wisnu Wahyuni Singgih, 2000: 22). Selain itu anak autis merupakan anak yang mempunyai gangguan hiperaktif yang mempunyai gejala ketidak mampuan anak untuk memusatkan perhatiannya pada sesuatu yang ada dihadapannya. (Rudy Sutadi dkk, 2003: 2).
Sedangkan siswa autis yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah siswa yang mengalami kesulitan berinteraksi dengan orang. Anak autis ini sulit untuk menyamai prilaku manusia yang normal di lingkungannya, mereka tidak bisa dengan mudah mengkomunikasikan ide dan perasaan. Selain itu juga, anak autis ini mengalami kesulitan besar membayangkan apa yang orang lain pikirkan atau rasakan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Penggunaan Teknologi dalam Pembelajaran Siswa Autis
Konsep Pembelajaran Siswa Autis |
Paradigma masyarakat mengganggap bahwa Anak Autis adalah anak cacat dan tidak berhak untuk menerima pendidikan. Sedangkan menurut teori, anak autis adalah anak yang membutuhkan perhatian yakni anak yang berkebutuhan khusus. Seperti halnya dalam istilah difabel merupakan pengindonesiaan dari kependekan istilah different abilities people (orang dengan kemampuan yang berbeda). Dengan istilah difabel, masyarakat diajak untuk merekonstruksi nilai-nilai sebelumnya, yang semula memandang kondisi cacat atau tidak normal sebagai kekurangan atau ketidakmampuan menjadi pemahaman terhadap difabel sebagai manusia dengan kondisi fisik berbeda yang mampu melakukan aktivitas dengan cara dan pencapaian yang berbeda pula.
Dengan pemahaman baru itu masyarakat diharapkan tidak lagi memandang para difabel sebagai manusia yang hanya memiliki kekurangan dan ketidakmampuan. Sebaliknya, para difabel, sebagaimana layaknya manusia umumnya, juga memiliki potensi dan sikap positif terhadap lingkungannya. (www.liefsupport Difabel dan Pendidikan.com: diakses pada tanggal 19 Februari 2016).
Jadi, meski anak autis adalah sindrom yang terdiri dari satu set fitur perkembangan dan perilaku yang harus hadir untuk kondisi yang akan didiagnosis. Fitur inti dari penurunan autisminclude di daerah threemain berfungsi: interaksi sosial komunikasi bermain dan perilaku (terbatas, pola repetitif dan stereotip perilaku, minat dan aktivitas). Anak tidak mampu menggungkapkan sesuatu baik dalam komunikasinya dan sosialisasinya.
Meskipun anak autis dalam kategori difabel, anak tetap berhak mendapat pendidikan. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang ( UUD) 1945 Pasal 28 C (1) “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. (Kabinet Bersatu, 2004: 19).
Sedangkan dalam Sikdinas Pasal 5 UU Sisdiknas mengenai Hak dan Kewajiban Warga Negara (1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. (2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. (Mendiknas, 1989: 20)
Jadi, Hak setiap warga negara adalah mendapatkan pendidikan yang layak dan tanpa diskriminasi. Hak pendidikan ini juga berlaku kepada orang berkebutuhan khusus atau penyandang cacat atau yang biasa disebut difabel (different ability). Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab III ayat 5 dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkelainan berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan.
Kebanyakan orang tua sulit menerima keberadaan anak autis, hal tersebut menyebabkan perilaku autistik sulit diatasi karena tidak adanya dukungan dari orang tuanya sendiri. Maka peran orang tua sangatlah penting untuk perkembangan anak. (Azhar Arsyad, 2010: 10). Selain dukungan orang tua, pengobatan dan teknologi seperti media pembelajaran sangat membantu proses belajar mengajar bagi siswa yang menyandang autis. Media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi atau materi pembelajaran seperti: buku, film, video dan sebagainya. Media pembelajaran sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang, termasuk teknologi perangkat keras. (Rahardjo, 1986: 47)
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Media pembelajaran adalah komponen integral dari sistem pembelajaran. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik. Dunia pendidikan yang membutuhkan media seperti buku teks, bahan belajar yang dibuat oleh guru dan “audio-visual”. (Sri Anita, 2010: 7).
Sedangkan arti dari visual menampilkan keterampilan motorik dan kemampuan untuk menggunakan keterampilan motorik untuk menyalin desain yang disajikan dalam gambar. Guna dalam pembelajaran anak yang berkebutuhan khusus. Atau anak yang sulit dalam sensorinya. visual yang persepsi bagaimana seorang anak merasakan dunia visual sekelilingnya melalui non-motoriknya tanggapan (tampak tidak bergerak), melihat memori visual, diskriminasi visual, visual angka-tanah dan penutupan visual yang sensorik fungsi, bagaimana anak bereaksi terhadap informasi bahwa dia menerima melalui indera dan sistem sensorik. Visual juga disebut media pandang, karena seseorang dapat menghayati media tersebut melalui penglihatannya.
Dalam media visual ini, nantinya ditentukan adanya gambar, gambar disini dapat memberikan suatu gambaran dari waktu yang telah lalu atau potret atau gambaran masa datang. Guna dalam pembelajaran pendidikan agama Islam bagi anak autisme, dapat memudahkan proses pembelajarannya. Manfaat dari media visual ini adalah menimbulkan daya tarik bagi pelajar, mempermudah pengertian pembelajaran, memperjelas bagian-bagian yang penting yang menyingkat suatu uraian panjang. (Sri Anita, 2010: 8).
B. Implimentasi Penggunaan Teknologi dalam Pembelajaran Siswa Autis
Autis adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau berkomunikasi yang normal dengan orang lain. Gangguan anak autis mempunyai ciri khas dalam prilakunya, seperti senang menyendiri dan bersikap dingin sejak kecil atau pada saat bayi. Contoh lain gangguan pada anak autis dapat dilihat dari anak tersebut dengan tidak memberikan respon (tersenyum dan sebagainya) serta seperti tidak menaruh perhatian terhadap lingkungan sekitarnya dan tidak mau memperhatikan dan sedikit berbicara hanya mengerti kata “ya” dan “tidak” selain itu ucapannya kurang jelas.
Anak autis juga senang melakukan stimulasi diri dengan memukul-mukul kepala atau gerakan-gerakan aneh, terkadang terampil memanipulasikan obyek-obyek. Namun sulit menangkap atau memahami makna. Anak autis sangat tertarik dan mengembangkan ikatan yang sangat kuat pada obyek-obyek yang tidak lazim, seperti batu-batuan, bola, parsel, sehingga jika barang tersebut disingkirkan atau permainannya diubah, maka ia akan meraung-raung dengan kata “tidak-tidak” secara berulang-ulang sampai situasi semula dikembalikan. (Supratiknya, 1997: 87).
Dari karakteristik anak autis yang sudah dijelaskan di atas, dapat kita pahami bahwa anak autis tidak dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain serta ketidakmampuannya untuk membangun hubungan, berkomunikasi dan untuk mengerti perasaan dari orang lain. Selain itu anak autis ingin mendapatkan rasa aman dan kepuasan di dalam diri sendiri semacam dunia pribadi yang melekat pada dirinya. Untuk meningkatkan kemampuan siswa autis itu, sebagai seorang pendidik mencoba memberikan teknologi pendidikan dalam pembelajaran bagi anak autis. Dalam pembelajaran anak autis diterapkan media visual.
Dengan media pembelajaran visual diharapkan proses belajar anak autis dapat berjalan dengan efisien, sebagaimana yang kita ketahui bahwa anak penyandang autis merupakan anak yang berkebutuhan khusus yakni kurang mampu memfokuskan perhatian belajarnya. Ketika diterapkannya metode ceramah, anak kurang terfokus dan anak mengabaikan perhatian. Maka dari itu anak autis diperkenalkan media visual dalam pembelajarannya. Selain itu media visual juga menjadi jenis terapi bagi anak autis, biasanya dikenal dengan terapi okupasi. Media visual adalah suatu alat pembelajaran yang menggunakan media pandang. Dengan visual seseorang dapat menghayati media melalui penglihatannya.
Media visual dapat dibedakan menjadi dua yakni media pembelajaran visual yang tidak diproyeksikan dan media pembelajaran visual yang diproyeksikan. Untuk mengatasi pembelajaran anak autis maka media pembelajaran visual yang lebih cocok adalah adalah media visual yang diproyeksikan. Karena dengan adanya gambar dari pantulan proyektor, anak autis akan tertarik dalam minat belajarnya. (Sri Anitah, 2009: 7).
Media visual yang diproyeksikan adalah media yang dapat diproyeksikan pada layar melalui proyektor. Cara menampillan menggunakan LCD yakni harus adanya laptop kemudian disambungkan ke LCD dan di arahkan ke proyektor. Ketika dalam proses belajar mengajar anak autis ini sulit menerapkan apa yang disampaikan oleh gurunya. Anak cenderung asyik pada dunianya sendiri, padahal secara umum ketika anak diberikan simulus dalam belajarnya, anak akan meniru apa yang diberikan gurunya. Karena meniru bagian dari proses kemandirian anak. Sangat beda ketika kita berhadapan dengan anak autis. Apabila pembelajaran tidak ditekankan dalam dirinya dan memusatkan perhatiannya, maka anak tidak akan bisa belajar secara efektif. (Sri Anitah, 2009: 10). Jadi, dengan menggunakan metode pembelajaran visual pada anak autis yang telah dijelaskan di atas tadi sebagai harapan agar anak dapat belajar dengan optimal dan efektif.
C. Kelebihan dan Kekurangan
Meskipun dalam penggunaannya jenis-jenis teknologi dan media pembelajaran sangat dibutuhkan oleh guru dan siswa dengan kebutuhan khusus dalam membantu kegiatan pembelajaran, namun secara umum terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan dalam penggunaannya. Diantara kelebihan atau kegunaan media pembelajaran yaitu: kelebihan proyektor, guru dapat mempersiapkan materi pelajaran sebelumnya sehingga jam mengajar dapat dimanfaatkan seefisien mungkin. Dan tidak menyebabkan tangan kotor seperti kapur, sepidol, dan dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai bidang studi dengan sinar lampunya cukup terang sehingga dapat digunakan di ruang normal. Selanjutnya metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran.
Sedangkan kelemahan proyektor efektifitas penyajian tergantung pada penyaji. Bahan-bahan cetak seperti gambar, majalah, koran, tidak dapat secara langsung diproyeksikan karena harus dipindahkan dahulu ke laptop. Selain itu terlalu menekankan bahan-bahan visualnya sendiri dengan tidak menghiraukan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan desain, pengembangan, produksi, evaluasi, dan pengelolaan bahan-bahan visual. Disamping itu juga bahan visual dipandang sebagai alat bantu semata bagi guru dalam proses pembelajaran sehingga keterpaduan antara bahan pelajaran dan alat bantu tersebut diabaikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mendapatkan pendidikan yang layak dan tanpa diskriminasi merupakan hak setiap warga negara. Hal ini tercantum dalam tujuan negara Indonesia. Ini menggambarkan bahwa Anak-anak Berkebutuhan Khusus seperti siswa autis dalam makalah ini adalah anak yang harus mendapatkan pendidikan seperti halnya anak normal lainnya. Tetapi harus dilakukan dengan cara yang sesuai agar pendidikan dapat tercapai dan juga menjadi salah satu upaya penyembuhan, atau setidaknya dapat mengurangi kehiperaktifannya.
Dalam proses pendidikan harus menggunakan media pembelajaran yang tepat, karena media pembelajaran dapat mengatasi permasalahan seperti batas ruang dan waktu. Penggunaan media yang paling banyak digunakan adalah media visual, dengan media visual anak lebih tertarik dan lebih mudah memahami segala sesuatu, guru juga lebih mudah menjalankan proses pembelajaran, khususnya dalam pendidikan anak autis sehingga media visual sangat diperlukan dan penting dalam setiap proses pendidikan.
B. Saran
Teknologi pendidikan harus mampu membuat dan mengembangkan media visual yang sesuai dengan setiap kebutuhan masyarakat, khususnya bagi siswa yang menyandang penyakit autis, karena media visual sangat diperlukan dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Sukinah, Metode PECTS (Piture Exchage Comunication System) untuk Meningkatkan Kecakapan Komunikasi Anak Autis, Surakarta: Teknodika, Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan, 2011.
Jessica Kingsley, Understanding Sensory Dysfunction, London: Publishers London and Philadelphia, 2005.
Adam Feisten, A Historys Of Autism, Wely Blakwel : 2010.
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/20/teknologi-pembelajaran/diakses pada tanggal 13 Maret 2016.
Wisnu Wahyuni Singgih, Bimbingan Anak Bermasalah, Jakarta: Yayasan Kedokteran, 2000.
Rudy Sutadi dkk, Penatalaksanaan Holistik Autisme (Jakarta: Yayasan Penerbit
Fakultas Kedokteran, 2003.
Adam Feisten, A Historys Of Autism, Wely Blakwel: 2010.
Supratiknya, Gangguan perkembangan pada Anak, Jakarta: Yayasan Autisme Indonesia, 1997.
Sri Anitah , Media pembelajaran, Surakarta: Yumna Pustaka, 2009.
www.liefsupport Difabel dan Pendidikan.com: diakses pada tanggal 19 Februari 2016.
Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2010.
Kabinet Bersatu, Undang-Undang Dasar 45, Surabaya: Karya utama, 2004.
Rahardjo R, Desain Media Pengantar Pembuatan OHT, Jakarta: Nuffi C. Depdiknud,1986.
Penggunaan Teknologi dalam Pembelajaran Siswa Autis
Reviewed by Unknown
on
7:59 AM
Rating:
No comments: